Selasa, 31 Mei 2011

Lalat


Ini photo lalat yang saya photo pakai lensa makro. Ih ternyata menjijikkan ya..

Pak Gorga's Farewell Party




Today is the last day of working day of Pak Gorga. He is retire starting from tomorrow. So, we have a farewell party for him at our office. The party is dedicated for him as an appreciation because he can finish his working period successfully without any big problem. The latest position is the head of institutional sub division I.

The party was amazing and spontaniously. The master of ceremony and the people who involved in the party were doing his job well. For example, the MC could perform his job in easy way. Also her partner who presented the curriculum vitae of Pak Gorga. She presented it in funny way.

The lunch menu is great also. Eventhough, the price of the lunch package only standard price however the choice of menu is satisfying the visitors. Traditional menus mixed with western menus such as asinan betawi, kimlo soup, meat rolade and chicken grill. Especially for asinan betawi, its taste, fresh vegetables and nut sauce are perfect.

A note of today is one more of person I know going to retire. From 5 people who become the first people who to teach me about working world, now 1 person left. It shows that time spin so fast without our concious.

I hope I can work until my pension age. In good health, mentally and physically.

Minggu, 29 Mei 2011

Belajar photo makro

Belajar photo makro ternyata susah juga ya... meskipun sudah punya lensa makro bukan berarti dengan mudah menghasilkan karya photo makro yang sesuai dengan keinginan.

Seperti yang pernah saya coba, ternyata hasil photo makro saya sangat jauh dari harapan. Kalau ngga terlalu blur, ya susah untuk nyari fokusnya. Akibatnya, ya mengecewakan. Anyway, berikut beberapa photo makro hasil jepretan saya, dan beberapa photo bunga yang layak untuk diabadikan.

kembang pisang-pisangan

kembang kumis kucing

Rabu, 25 Mei 2011

Rumah Makan Cibiuk

Kalau anda berkesempatan berkunjung ke kota Garut, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati lezatnya hidangan yang disajikan di rumah makan tersebut.




Informasi mengenai rumah makan ini saya dapatkan dari teman saya yang berasal dari Garut ketika suatu saat saya berkunjung ke sana. Teman saya merekomendasikan rumah makan ini karena terkenal dengan sambelnya.. ya, SAMBEL CIBIUK.

Berbekal rasa penasaran dan informasi mengenai samabl tadi, sepanjang perjalanan menuju kota Garut, saya terus memperhatikan petunjuk yang diberikan. Ternyata tak sulit mencari rumah makan ini, karena 5 KM sebelum lokasi, selalu ada petunjuk setiap satu kilometer yang menunjukkan jarak rumah makan tersebut.

Dan rekomendasi teman saya memang tidak salah. Suasana di restoran tersebut cukup menyenangkan. Saung-saung yang berdiri di atas kolam yang penuh ikan memberikan suasana nyaman bagi pengunjung. Apalagi terdapat tanaman padi yang seolah menjadi pemandangan persawahan khas Jawa Barat.

Soal makanan? sambalnya memang top markotop. Di sini ditawarkan 2 jenis sambal, sambal merah dan sambal hijau. Saya memutuskan untuk memesan dua jenis sambal tersebut, untuk membuktikan kenikmatan yang ditawarkan. Sedangkan menu lainnya adalah ayam bakar, tahu tempe serta pepes jamur dan tentu saja lalapan segar.

Benar saja, sambalnya memang istimewa. Terutama sambal hijaunya. sedangkan Sambal merahnya cenderung biasa. Ramuan sambel merah terdiri dari cabe merah, tomat dan terasi. Rasanya tidak terlalu pedas, tetapi kalau suka pedas sambal tadi oleh juru masaknya dicampur dengan cabe rawit bulat yang tidak di ulek. Jadi bila ingin pedas, tinggal menikmati sambel tadi plus cabe rawit didalamnya. Ini sepertinya strategi agar yang tidak suka pedas, tetap bisa menikmati sambal dengan tidak makan cabe rawit hijaunya.

Sedangkan sambel hijaunya memiliki rasa yang khas dan unik. Campuran sambalnya adalah cabe hijau, tomat cherry muda, daun kemangi serta kencur dan terasi. tomatnya tidak diulek halus, cukup di pecah saja. Perpaduan daung kemangi, kencur dan rasa tomat yang segar memberikan keunikan dan kenikmatan tersendiri. Apalagi ditemani nasi putih yang pulen. hmmm..

Ayam bakarnya juga istimewa. Tidak terlalu manis dan bumbunya pas di lidah. Sayur asemnya tidak saya coba, karena saya sudah memprediksi rasanya pasti ada manis-manisnya. Sebagai orang betawi bagi saya sayur asem yang paling sedap ya tetap masakan nyokap atau mertua saya. Sayur asem betawi selain lengkap, bumbunya justru sederhana.. ngga pake gula dan kemiri. hmm sedaap..

Soal harga, ngga usah khawatir.... dengan harga under Rp30.000/person, rasanya menu dan rasa yang diberikan sebanding deh.. selamat mencoba

Barang Jadul


Ngga menyangka sama sekali, teman saya mengembalikan kunci meja kerja saya yang pernah saya titipkan beberapa tahun yang lalu. Lebih ngga menyangka lagi ternyata gantungan kuncinya adalah credit card saya yng sudah expired di tahun 1998. Waahhh... udah 13 tahun yang lalu.

Bener-bener seru ya kalau ternyata kita masih punya barang-barang yang udah berusia di atas 10 tahun. Kaya'nya barang-barang tersebut seperti membawa kita kembali ke masa silam. Here the picture:

One Day Journey - Jakarta - Garut - Jakarta


At Sunday on May 22, 2011 I went to Cibodas Village in Cikajang, located 25 KM from Garut city, West Java Province.

Departed on early morning at 05.00 AM, my driver drove the car in high speed to reach the destination immediately. My wife, My Aunty and Me tried to enjoy the journey eventhough we were not in good mood.

The journey was unplanned at all. It was because my wife received a call from his young brother which tell her about his family problem. I am sorry, I can not say what the problem is. However I am sure you already know what sort of problem that could insist us to go to someplace without plan. Yes, it was a serious problem.

Any way, I do not want to talk about the my brother's problem. I want talk about the journey itself. It was amazing that we could do one day journey from Jakarta - Garut - Jakarta. Normally, people will take a rest for a night in Garut before going back to Jakarta. They will enjoy the Garut city atmosphere and try to find souvenir and traditional snack as gift.

It was not a normal journey. We could not enjoy the beautiful scenery along the journey. All of us think about the problem and how to solve that problem without triggering another problem. The only one that we could enjoy well was the time when we had a breakfast at Cibiuk Restaurant.

Sambel Cibiuk Restaurant

Before arriving at our destination, we stopped by at Cibiuk Restaurant to had breakfast. The restaurant is very famous among Garut people as the best place to enjoy special sauce (sambal) called sambal cibiuk.

The kind of sambal has two types: red sambal and green Sambal. Red sambal ingridient are red chilli, tomato mixed with traditional condiment called terasi. It is not too hot but suit with white rice and fresh vegetables. meanwhile the green one's ingridient are chilli, green tomato, basil leaf and kencur. The taste is very unique and fresh.

The environment of the place is also great. they have saung with ponds and rice field as place to enjoy the menu. Fresh air and the sound of water combine with the delicious food. It is a recomended restaurant for anyone who loves the delicious food and good situation.

unfortunately, we could not enjoy the whole journey. but, it is still better to have little quality time rather than not have time at all.

Senin, 09 Mei 2011

Cinta



Entahlah, memang saya orang yang terlalu melankolis. Saya bisa menangis hanya karena mendengarkan lagu cinta yang sedih, membaca buku, mendengar cerita, melihat anak kecil yang malang atau bahkan hanya karena sedang rindu berat pada pujaan hati. Hmm..

Saya bisa begitu mudah jatuh hati pada orang yang menurut saya istimewa. Saya bisa begitu mudah tersentuh pada orang yang memberi perhatian sedikit saja pada saya. Saya begitu mudah memberi yang saya punya kepada orang yang juga mau berbagi pada saya. Ahh.. begitu mudahnya saya melakukan semua itu kalau memang saya sudah ’’tersentuh“.

Kadang orang (mungkin) melihat saya berlebihan. Menurut saya tidak sama sekali. Bagi saya, memberi dan mencintai adalah sebuah keindahan. Tidak semua orang diberi anugerah untuk mudah jatuh cinta dan ikhlas memberi. Saya bahkan rela memberi dan mencintai walau mungkin orang yang saya cintai tidak pernah tau betapa besar cinta saya kepadanya. Gila memang, tapi bagi saya tak mengapa.. sakit hati dan cemburu karena cinta adalah romantika keindahan dalam bentuk yang lain.

Jangan-jangan orang menilai saya orang yang suka mendua-kan cinta karena begitu mudah jatuh cinta. Ngga juga, cinta saya akan berhenti pada satu cinta. Saya baru akan jatuh cinta lagi bila memang cinta yang lama telah musnah. Kok gitu? Iya, karena cinta juga bisa datang dan pergi..

Masih ngga saya begitu sekarang ini? Sudah ngga lagi.. karena saya sudah menemukan satu cinta yang tak pernah habis, tak pernah kering dan selalu terasa baru.. cinta pada anak dan istri. Cinta saya kepada mereka bagai sinar mentari siang hari dan indahnya rembulan kala malam. Selalu ada dan saling menggantikan, tak bosan dan selalu memberi.


Sahabat
Bagi saya adalah:
Yang mau berbagi dalam banyak hal;
Membuat saya merasa nyaman saat bersama dengannya;
Mendukung saat saya lemah dan membela saat saya terdesak;
Membuat tersenyum saat sedih;
Menghibur kala duka;
Memberi ide saat bete;
Membutuhkan kehadiran saya;
Merindukan saat kita tak bertemu;
Ahhh.. banyak lagi

Streotype Betawi


Ngobrol-ngobrol tentang stereotyping, sedikit uneg-uneg yang saya alami sendiri. Tapi bukan masalah Indon, tapi masalah menjadi orang yang terlahir dengan status suku Betawi..

Dari kecil sampai besar dan punya anak, hidup saya habiskan di tanah Betawi. Habis Nya’ dan Babe dari muda sampai tua emang ngga pindah kemana-mana. Kata teman-teman saya, Betawi emang singkatan betah di wilayah. Ngga juga sih..

Tapi ngomong-ngomong masalah stereotyping, ada juga nih yang mengganjal di hati. Terutama tentang anggapan orang-orang tentang suku Betawi. Ada yang berpendapat, orang Betawi adalah orang-orang yang tersisih, kerjaannya jual tanah warisan, kalau kerja paling banter cuma jadi tukang ojek. Waduh, apa yang salah sih jadi tukang ojek? Sepanjang halal dan tidak mengganggu ketertiban, so what gitu loch?


Ternyata stereotyping seperti ini udah menyebar luas ya. Pengalaman saya waktu pertama kali kerja dan memperkenalkan diri, salah satu yang mesti diutarakan adalah daerah asal. Pas saya memperkenalkan diri dan saya bilang saya orang Betawi asli (emang ada yang palsu?), samar-samar saya dengar ada yang berkomentar,”tumben orang Betawi ada yang kerja kantoran dan kuliah.” Gedubrak!! Mula-mula dengar ungkapan seperti itu saya sebenernya panas juga. Lho, emang semua orang betawi ngga berpendidikan apa?


Kebetulan jenis kerjaan saya adalah yang menemui banyak orang, sehingga sering berkenalan dengan banyak orang baru. Dan setiap kali berkenalan selalu saja ada yang merasa ’’heran“ kalau orang Betawi seperti saya bisa bekerja seperti ini. Aneh, sebenernya yang ketinggalan jaman itu orang Betawi, atau orang yang heran dengan kemajuan orang Betawi sih? Masa’ sih dijaman sekarang ini, masih aja heran dengan kemajuan yang dicapai salah satu suku? Apa mereka ngga kenal sama orang betawi yagn sukses di berbagai bidang? Dikalangan ulama ada KH M Syafi`i Hadzami, dikalangan seniman ada Bang Ben yang melegenda dan masih banyak lagi orang Betawi yang sukses.

Padahal jelas-jelas di depan mata, kesempatan untuk sekolah dan mendapatkan pekerjaan sekarang ini adalah sama untuk semua orang, yang penting memenuhi kriteria yang ditentukan. Apalagi mulai timbul kesadaran dikalangan anak muda Betawi bahwa tanah warisan tidak bisa dijadikan andalan meraih sukses dimasa depan. So, mereka juga sama seperti saudara mereka dari seluruh Indonesia dalam mengejar kesempatan sekolah dan berkarir.

Untuk urusan gubernur, walau sampai saat ini belum ada satupun putra daerah yang menjadi Gubernur DKI, orang Betawi cukup berbesar hati untuk menerima siapapun yang menjadi pemimpin mereka. Mungkin, DKI Jakarta lah satu-satunya propinsi yang belum pernah dipimpin oleh putra daerahnya.

Sayangnya, ada organisasi yang mengatasnamakan masyarakat Betawi. Ujug-ujug meningkatkan citra suku Betawi, malah menodai citra orang Betawi yang peramah, bersahabat dan doyan bergurau. Dan saya sih percaya, organisasi itu bertujuan bukan untuk meningkatkan peran orang Betawi di tanah kelahirannya, tapi untuk tujuan lain yang ngga jelas. Siapa tahu?

Bangunan Baru dimana-mana


Tahun ini bila saya perhatikan, banyak banget bangunan baru yang sedang dalam proses penyelesaian.

Ngga perlu jauh-jauh memperhatikan, dibelakang rumah saya sekarang sedang dibangun rumah bertingkat. Wuih, ngga kebayang bising dan debu yang berteberbangan bila beberapa hari tidak hujan.

Wah jadi ngeri juga ya.. gimana kalo semua lahan kosong semua sudah berubah jadi tempat tinggal. Lalu dimana tempat anak-anak bermain kalau begitu?

Balanced Scorecard


Diklat Balanced Scorecard angkatan IV tanggal 2 – 6 Mei 2011 lalu benar-benar memberi wawasan baru bagi saya. Tidak hanya memberikan pemahaman tetapi juga memberikan sudut pandang baru tentang apa itu Balance Scorecard (BSC).
Kalau boleh jujur, meskipun pernah mendengar istilah BSC, namun tak pernah sekalipun saya berusaha mencari tahu apa itu BSC. Tawaran diklat BSC dari sekretariat tempat saya bertugas, saya pastikan untuk ikut pada detik-detik terakhir. Itupun karena dalam dua triwulan terakhir saya terlibat dengan proses penyusunan laporan capaian Indikator Kinerja Utama. Dan quote pernyataan Pak Marwanto Harjowiryono (Dirjen Perimbangan Keuangan) pada Buletin Kinerja Edisi 8/2011 yang mengatakan “Kita perlu menjadikan BSC sebagai nafas dan spirit dalam melaksanakan tugas sehingga kita bekerja harus ada action plan dan target, kemudian dievaluasi untuk menentukan reward dan punishment” saya anggap lebay.

Balanced Scorecard sebagai alat manajemen bukan alat untuk punishment
Pada hari pertama diklat dan hari-hari selanjutnya, saya berkali-kali mendapat penegasan dari pengajar bahwa BSC sebenarnya merupakan alat manajemen untuk memantau pencapaian kinerja dalam suatu waktu tertentu pada periode yang sedang kita jalani. Dengan adanya BSC manajemen dapat segera memantau, seandainya terdapat kinerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat diambil langkah-langkah inisiatif untuk mengatasinya.
Saya juga diberikan gambaran bahwa BSC ini menjadi begitu relevan untuk saat ini, karena sejarah membuktikan bahwa pengukuran kinerja yang didasarkan pada aspek keuangan semata ternyata tidak dapat menggambarkan kinerja perusahaan saat ini. Mengapa? karena kinerja yang dapat dilihat dalam laporan keuangan merupakan cerminan kinerja masa lalu sehingga, mengukur kinerja dari laporan keuangan dibaratkan seperti menyetir dengan melihat ke belakang (kaca spion). Kinerja saat ini tidak dapat diukur bila kita tidak mempunyai tool (alat) yang dapat digunakan. Salah satu alat tersebut adalah BSC yang sejauh ini memberikan dampak yang signifikan tetapi dianggap sebagai alat manajemen yagn termudah untuk dipahami dibandingkan dengan Six-sigma dan Malcolm Balridge.
Sedangkan BSC merupakan pengukuran yang seimbang, yaitu megukur kinerja keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang serta internal dan eksternal. Sehingga, dengan BSC kita mempunyai perspektif yang lengkap untuk bekerja: apa yang seharusnya kita miliki, apa yang seharusnya kita lakukan, apa yang seharusnya kita berikan kepada pelanggan dan manfaat apa yang seharusnya diperoleh bagi pemangku kepentingan.
Dari pemahaman tersebut, timbul pertanyaan di benak saya, mengapa setiap kali penyusunan capaian IKU selalu saja beberapa orang tertentu terlihat begitu tegang. Apalagi pada saat mereka mengetahui beberapa indikator menunjukkan warna merah (tidak tercapai). Seharusnya, BSC ini tidak membuat mereka cemas karena BSC bukanlah alat untuk punishment. Untuk melakukan punishment tidak dapat didasarkan pada hasil yang tertera pada BSC semata. BSC hanya mengukur hard competency dan hanya mengukur kinerja yang dianggap utama saja. Padahal, kinerja seseorang menyangkut pula soft competency (tata nilai) dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak utama namun bersifat rutin dan tetap harus dikerjakan dengan kinerja terbaik.

BSC harus dipahami oleh seluruh karyawan
Setelah masuk kembali ke kantor selepas diklat, saya berkali-kali ditanyakan oleh rekan kerja apa sih BSC itu. Hmm,.. pernyataan pengajar (Pak Supendi) yang menyatakan bahwa masih banyak pegawai Kemenkeu yang belum memahami BSC ternyata memang terbukti. Bahkan lebih ekstrem Pak Supendi mengatakan bahwa rekan-rekannya yang berada dalam satu gedung/ dekat dengan PUSHAKA pun banyak yang belum paham dan tahu apa itu BSC.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah tersendiri yang harus diselesaikan secara serius. Tidak hanya PR bagi PUSHAKA sebagai manajer kinerja di lingkungan Kemenkeu tetapi tugas semua karyawan Kemenkeu yang sudah tahu apa itu BSC untuk menginformasikan dan berbagi pengetahuan tentang BSC.
Hal tersebut penting untuk menghindari kesalah-pahaman pada saat kewajiban membuat kontrak kinerja mulai efektif diberlakukan. Terutama kesalah- pahaman bahwa BSC adalah alat kontrol untuk menjatuhkan hukuman yang membuat karyawan enggan untuk membuat kontrak kinerja. Bahkan yang lebih penting lagi, agar semua karyawan (64 ribu lebih) di lingkungan Kemenkeu mempunyai persepektif yang dapat mengubah pola pikir dari berpikir normatif yang umum, generik, filosofis dan tidak spesifik menjadi pola pikir definitif yaitu pola fikir yang spesifik, terukur, jelas waktunya serta tidak multitafsir.