Senin, 29 Oktober 2012

Dragon Fruit Vs Local Fruit

I do not know why it fruits named Dragon Fruit. The reason maybe because of the appearance of the fruit that look like a dragon on the chines' myths.  The fruit has wings those look like dragon's thorn or fires that out from the dragon's mouth.

Dragon fruit
When firstly I knew about the fruit, I really did not interested in to eat. Even though the skin color very pretty with pink and green accent in it, the fruit still look a strange fruit. The pulp of the fruit also very unique with white pulp and dots on it. Remind me to lice eggs,.. hii..i..ii.. But, when I ate the fruit, the taste was very good. Sweet and sour combination gives me a sensation. Really, the first impression is very good.

Furthermore, when firstly the fruit introduced to the market, the price was not affordable  for ordinary people. And you know, sometimes the seller over review of the new goods. They told to the market that the fruits have various vitamins that support human immunity.  The purpose is to make people curious about it and the ultimate goal is to increase consumers' demand.

Back to the main topic, now, the price of the fruits just like other fruits price. I assume because the fruit has been successfully cultivated by the farmers. Another reason maybe because of the decreasing of consumers' demand. Consumers try to find another fruits and still loyal to local fruits. Mangoes, mangosteen, papaya and other Indonesian local fruits still have their market. The affordable price, good taste and stock abundance are the reason why Indonesian people finally back to local fruit.


Idul Adha 1433 H

Selalu,.. setelah siang hari kami sholat Iedul Adha, menyaksikan penyembelihan hewan qurban dan menikmati suasana hari raya, malam harinya kami (hampir) selalu berkumpul lagi untuk membuat sate yang kami olah sendiri.
Cici, paling semangat mengipasi sate

Meskipun sate bukan lagi menu istimewa dan mudah saja didapatkan setiap hari jika mau, tapi mengolah daging qurban dari pemberian panitia qurban (walau sebetulnya kami tidak berhak lagi  mendapatkan pemberian daging qurban) memberikan kesenangan tersendiri bagi kami. Acara bakar sate menjadi sarana untuk menambah keakraban keluarga.

Apalagi Cici, paling semangat minta agar acara bakar sate dilaksanakan segera. Namun, karena memang daging kambing yang kami miliki terbatas, kami pun menyediakan ayam untuk dipanggang agar persediaan menu daging yang dibakar mencukupi.

Om Uji, spesialis pembakar sate
Suasananya? seru banget.. dimulai dengan membuat arang untuk memanggang sate dan ayam. Karena bukan ahlinya, pekerjaan ini menjadi tantangan tersendiri. Setelah berhasil membuat arang untuk memanggang, dilanjutkan dengan membakar sate dan ayam. Ini pun harus ekstra hati-hati, karena ada dua kemungkinan, gosong atau dagingnya kurang matang.. he..he..

Dari kakek sampai cucu.. semua terlibat
Sebelum acara bakar sate, persiapan daging dan ayam untuk disate dan dipanggang pun ngga kalah seru. Daging kambing mesti dibersihkan dulu, ngga boleh pakai air karena nanti jadi bau prengus. Setelah itu dipotong-potong dan kemudian ditusuk pada tusukan sate. Sedangkan ayamnya sudah terlebih dahulu diungkep dengan bumbu ayam bakar yang kami beli di supermarket.

Narsis, hukumnya wajib
Wuih.. setelah selesai membakar sate dan ayam... acara dilanjutkan dengan makan bersama. Tambahan menunya cuma sambal kecap yang dilengkapi dengan cabe rawit merah yang super pedas, irisan bawang merah mentah, irisan tomat dan perasan jeruk limau. Pedas, manis, asam dan segarnya sambal berpadu dengan sate dan ayam bakar yang gurih.
Semangat menunggu sate dan ayam panggang

Kenikmatan malam itu dilengkapi dengan iringan musik dangdut yang kami stel keras-keras. Norak memang, tapi asyik aja deh untuk acara kumpul keluarga. Sayang, sedang asyik menikmati suasana malam dengan sate dan ayam bakar, hujan turun membubarkan acara kami. Tapi syukurlah, acara masih bisa dilanjutkan di dalam rumah.. dan malam itu anak-anak tidur dengan senyum puas dan perut kenyang..


Nikmat menyantap menu sate dan ayam panggang
Alhamdulillah.. semoga kami bisa menikamti lagi perayaan Iedul Adha yang penuh berkah dan kenangan di tahun-tahun yang akan datang.. aminnn..

Kamis, 04 Oktober 2012

Nasi Kebuli Hotel Red Top

Kebetulan banget, pas makan siang waktu ikut diklat di hotel ini, salah satu menu yang disajikan adalah nasi kebuli. Saya langsung memutuskan untuk mencoba menu ini sebagai menu utama makan siang saya. Sebetulnya, yang membuat saya amat tertarik karena salah satu pelengkap menu kebulinya adalah adanya abon sapi. Wuihhh.. surga banget deh kalo makan pake abon sapi yang lezat.
Ilustrasi: makan siang bersama

Padahal, menu pelengkap nasi kebuli tidak ada yang pakai abon, tapi hotel red top menyediakan abon sebagai teman nasi kebuli selain, telur dadar yagn dirajang dan gulai kambing. Menurut saya, walaupun tidak standard, perpaduan telur dadar, abon sapi, acar ketimun dan gulai kambing menjadi istimewa.

Setahu saya, biasanya nasi kebuli adalah nasi yang sudah mengandung daging kambing di dalamnya. Tapi nasi kebuli hotel red top ini rasa daging kambingnya tidak dominan. Itulah sebabnya mereka masih menyediakan gulai kambing sebagai pelengkapnya. Bila daging kambing mendominasi nasi kebuli, biasanya nasinya menjadi agak basah dan aroma rempahnya akan sangat kuat, terutama cengkihnya.

Nah, di nasi kebuli hotel red top, rasa rempahnya pass karena daging kambingnya minimalis menurut saya. Jadi, juara deh  nasi kebulinya. Ngga basah, ngga juga terlalu kering.. apalagi ditemani abon sapi favorit say... nyammmyuuuuuuuuumm,,, .. samaai mau nambah-nambah dan nambah lagi.. 

Sop Buntut Cafe Bogor - Hotel Borobudur

Banyak saya mendengar tentang cerita kelezatan Sop Buntut hotel Borobudur. Dari semua pembicaraan tersebut, semua memuji bahwa Sop Buntut hotel Borobudur memang benar-benar juara. Sebenarnya sudah saya pernah merasakan Sop Buntut tersebut, tapi terus terang saya tidak bisa terlalu mencecapi rasanya seratus persen? Loh kok? ya, soalnya waktu itu, pas makan saya bareng dengan orang-orang yang ngga familiar, jadi cara saya menikmati sop tersebut tidak maksimal.. he..he..

Nah, beberapa hari yang lalu saya berkesempatan menikmati kembali sop tersebut. Kali ini saya makan bareng teman-teman yang sudah saya kenal baik, jadi cara saya makan pun rada cuek. Artinya, buntut sapi dalam sop tersebut, saya nikmati sampai daging terakhir..

Sop Buntut Cafe Bogor yang legendaris
Selain itu, karena pake buffet (waktu makan pertama secara a la carte)... saya bebas meracik sendiri tambahan bawang goreng, sambal, jeruk dan kecap ke dalam mangkuk saya. Hasilnya, sop buntut yang memang benar-benar cocok di lidah saya..segar,.. perpaduan pedas, asam, manis dan gurih.

Nah, benar saya akui, sop buntutnya memang istimewa. Empuk dan rempah nya terasa pas di lidah. Apalagi kita bebas menentukan porsi sendiri, jadi semuanya menjadi perpaduan yang membuat sop buntut Cafe Bogor menjadi begitu begitu  melegenda..

Selain menikmati sop buntut, saya juga menikmati sushi. Kalau ini saya ngga bisa berkomentar. Karena kelezatan sushi tergantung pada kesegaran daging ikan mentahnya. Tapi, sepanjang jejak pencecapan saya (bahasa apaaa ini.. he..he..), rasanya memang tidak jauh beda dengan banyak sushi yang pernah saya coba..
bagi penggemar menu Jepang, boleh lah di coba..

Menu Jepang..


Es krim buatan sendiri (home made) di cafe ini juga unik. Karena buatan sendiri, rasanya jelas beda dengan es krim pabrikan. Tidak selembut es krim pabrikan, namun untuk menutup makan siang atau malam.. hmmm.. yummy..
Home Made ice cream