Jumat, 12 September 2008

Pulang Kampung

Sebagai orang yang lahir dan besar di Jakarta, saya boleh dikatakan tak pernah sama sekali mengalami apa yang dinamakan pulang kampong. Meski jenis pekerjaan saya kadang mengharuskan saya untuk tugas keluar kota, itu sama sekali tak menimbulkan bersit rindu pulang kampong sama sekali.

Makanya ketika menjelang hari raya tiba, rasanya saya merasa aneh melihat begitu banyak manusia berjejal di terminal bis, stasiun kereta, pelabuhan laut dan udara dengan satu tujuan yang sama: pulang kampong. Terlebih aneh lagi, karena keinginan untuk pulang kampong itu disertai dengan usaha yang luar biasa, tidak hanya biaya yang lumayan mahal tetapi juga pengorbanan pisik dan mental. Berjejal dalam moda transportasi yang kadang kurang layak, macet dan sebagainya.

“Rasanya beda loh merayakan hari raya di kampong halaman sendiri,” begitu salah satu alasan yang dilontarkan ketika saya menanyakan mengapa mereka mesti bersusah-susah pulang kampong. “Ya, pokoknya beda aja,.. ketemu, orang tua, saudara, temen, lihat tempat kita bermain waktu kecil.. makanannya.. wah pokoknya semuanya deh.. “ teman yang lain menambahkan. Dan saya cuma bisa tersenyum kecil, tak bisa memahami apa yang mereka maksudkan.

Sampai suatu ketika, saya mendapat tugas untuk pergi keluar negeri untuk waktu yang sebenarnya tidak terlalu lama. Rasanya senang tentu saja, karena selain mendapat pengalaman baru juga banyak pelajaran yang saya dapatkan.

Minggu-minggu pertama, belum timbul rasa kangen pada kampong halaman. Semua masih terasa menakjubkan dan rasanya serba indah. Namun itu tak berlangsung lama. Minggu ketiga mulailah saya merasakan apa yang mungkin selama ini teman-teman perantauan saya rasakan.

Rindu yang luar biasa akan keluarga besar, teman dan suasana kampong halaman. Meski bisa dikatakan kondisi tempat saya tinggal sangat nyaman dan jauh lebih baik dari kampong saya, tetap saja kerinduan akan suasana kampong halaman tak hilang di hati. Setiap hari terbayang nikmatnya berkumpul dengan keluarga, bertemu dengan orang-orang dengan bahasa yang sama, makanannya dan hampir semuanya.

Ya, Allah, begini rupanya rasa rindu pada kampong halaman. Kau jawab keheranan hamba, mengapa mereka bersusah payah untuk pulang kampong meski mereka telah mendapatkan semua yang lebih baik dibandingkan kampong halaman mereka. Dan sekarang saya bisa memaklumi mengapa mereka merasa “harus” pulang kampong. Karena disana, dikampung halaman ada damai yang tertanam nyaman dihati.

Tidak ada komentar: