Mencuri sepotong hari

Judul tersebut adalah salah satu tulisan seorang blogger dalam blog-nya yang menceritakan tentang sulitnya bagi dirinya untuk dapat meluangkan waktu sejenak saja untuk bercengkrama dengan anaknya semata wayang. Kedudukannya sebagai salah seorang petinggi di sebuah perusahaan swasta nasional yang mempunyai lebih dari 200 kantor cabang maupun perwakilan sering kali memaksanya untuk pulang kantor dan sampai di rumah setelah pukul 10 malam. Waktu disaat si anak telah tertidur lelap dengan mimpi indahnya.

Berusaha untuk menikmati waktu libur di hari Sabtu atau Minggu, undangan pesta pernikahan maupun acara sosial lainnya telah menunggu. Wuihh.. ngga kebayang bagi saya mengalami hari yang begitu padat seperti itu. Walaupun saya mendapatkan banyak imbalan dari pengorbanan saya bagi hilangnya waktu buat keluarga dan status sosial karena sering muncul diberbagai acara publik, saya berketetapan hati "NGGAK MAU".

Bagi saya harta dan status sosial bukan segala-galanya. Bolehlah berkilah bahwa apa yang dilakukan semata untuk kebahagiaan dan kesejahteraan anak dimasa yang akan datang. Apa iya? bisa kah kita menilai kebahagiaan seorang anak dengan banyaknya fasilitas yang kita berikan? rasanya tidak..

Menurut saya, kalau kita ngga pernah lihat mereka tersenyum manja dengan pandangan mata berbinar saat bercengkrama dengan orang tuanya, saya yakin anak tersebut tidak dalam kondisi bahagia. Kemewahan dan uang tak memberikan sentuhan batin untuk sang anak. Semua terbatas hanya pada kelezatan dan kemudahan fasilitas, sedangkan kebahagiaan batin sang anak tak tersentuh.

Makanya, bagi saya walaupun dengan kondisi ekonomi dan kedudukan seperti sekarang ini saya sangat bersyukur. Saat pulang kantor saya masih sempet mendengarkan mereka bercerita tentang pengalaman mereka tentang hari yang telah terlewati. Saya masih sempat melayani mereka untuk bermanja-manja walau hanya sekedar minta digendong atau dibuatkan susu. Saya masih sempat membantu anak saya mengerjakan PR nya. Dan salah satu yang menurut saya penting adalah mengantarkan mereka tidur dengan cerita-cerita yang menarik dan penuh hikmah. Ah, rasanya semua itu tak tergantikan dengan fasilitas mewah apapun..

Makanya (lagi) saya sangat berharap, seandainya nanti mereka dewasa, saya tidak ingin keterbukaan dan kedekatan mereka kepada ayah dan bundanya hilang. Saya tetap ingin mendengar cerita mereka tentang hari-hari yang mereka lalui. Saya ingin bertanya ataupun berdikusi tentang banyak hal dengan mereka. Ah, rasanya indah banget bila kita bisa mendampingi mereka dewasa tetapi tetap dekat di haati..

Kembali ke inti tulisan ini. Rasanya akan sangat sepi dan sunyinya hidup ini bila kita hanya didampingi oleh kemewahan dan teman-teman (sebaik apapun dia) tanpa adanya kedekatan emosional dengan keluarga.. ah semoga itu tidak terjadi.

Saya jadi inget OST sinetron keluarga cemara yang syairnya seperti ini:

"Harta yang paling berharga
adalah keluarga
Mutiara tiada tara
adalah keluarga... "

Komentar