Rabu, 27 Januari 2010

Jangan membenci tanpa alasan

Sebut saja namanya Pak Yadi. Pegawai senior yang sebentar lagi pensiun, tapi masih kena mutasi dan ditempatkan dibagian saya.

Secara pribadi sebenarnya saya kurang sreg, karena menurut saya, untuk bagian saya yang dibutuhkan adalah pegawai muda yang energik dan cekatan. Jadi, kalau seperti Pak Yadi ini, sama sekali tidak masuk kriteria.

Kekurang sreg-an saya bertambah saat beliau bekerja dalam satu tim dengan saya. Otomatis saya harus banyak membimbing dan mengarahkan beliau. Kelihatan sekali bahwa beliau sebenarnya memang kurang pas bekerja di bagian saya. Apalagi, kalau kami sedang berdiskusi, beliau selalu tertidur, walau didepan client. Wah, tambah sebel saya dan hati saya bertanya-tanya, apa sih yang dikerjakan bapak ini di rumah sehingga bawaanya ngantuk terus?

Hari-hari bekerja bersamanya saya lewati dengan perasaan tidak suka. Habis rasanya kok ngga enak ya bekerja sama dengan orang tua. Ngobrolnya juga kurang gaul dan agak ngga nyambung, maklum perbedaan umurnya dengan saya lumayan jauh. Apalagi, teman-teman yang lain juga menolak memasukkan beliau menjadi anggota tim mereka.

Suatu ketika, dalam kesempatan saya dan beliau bekerja dengan satu tim, kesebelan saya mungkin terbaca oleh beliau. Habis, saya seperti bekerja sendirian, ngga ada teman berbagi dan berdiskusi msalah pekerjaan. Yang ada malah saya selalu mengarahkan dan menerangkan. Dan entah karena apa, beliau membuka percakapan masalah rumah tangga dan pribadinya kepada saya.

Mula-mula saya menanggapi dingin obrolannya. Tapi setelah saya perhatikan, ternyata apa yang beliau alami jauh melebihi dugaan saya. Beliau bercerita tentang keluarganya yang sampai saat ini masih mengontrak, padahal sebentar lagi beliau pensiun dan anak-anaknya masih butuh biaya besar untuk sekolah.
Dan lebih parahnya lagi, biaya untuk mengontrak rumah beliau dapatkan dari kredit bank. Jadilah sepanjang hidup berkeluarganya, setiap tahun disibukkan dengan urusan memperpanjang kredit dan urusan pinjam meminjam.

Untuk membantu ekonomi keluarganya, sang istri berjualan kue-kue. Dan Pak Yadi aktif membantu mengelola dengan memasarkan dan mengantarkan pesanan-pesanan. Pantas saja pak Yadi sering ngantuk dan tertidur kalau sedang bertugas. Ah, kesebelan dan keheranan saya terjawab. Ternyata beliau mengantuk karena memang harus membantu istri mempersiapkan pesanan kue dari sebelum subuh menjelang.

Dan keheranan saya yang lain juga terjawab mengapa beliau aktif memasarkan barang apapun kepada teman-teman yang membutuhkan. Ya, karena beliau memang sangat membutuhkan biaya yang sangat besar untuk anak-anaknya menuntut ilmu.

Ah, Pak Yadi. Maafkan saya telah membenci bapak tanpa alasan yang tepat. Andai saya tahu kehidupan Bapak yang sebenarnya, mungkin saya justru akan lebih maklum dan membantu bapak dengan tidak memberikan beban pekerjaan yang membutuhkan lebih banyak perhatian. Sekali lagi maafkan saya Pak..

Tidak ada komentar: