Perjalanan dadakan kali ini terkait dengan berita duka meninggalnya seorang rekan kerja di Solo. Dengan penerbangan pertama Garuda, saya dan Ari, teman dekat di kantor yang kebetulan asli Solo, pukul 7.00 sudah mendarat di Bandara Adi Sumarmo Solo.
Berhubung masih terlalu pagi untuk ke rumah duka, kami memutuskan untuk mampir sejenak ke rumah Ari sekalian menengok orang tuanya. Kebetulan, karena penerbangan pertama, saya belum sempat mandi dan belum menjawab morning call hari ini.He..he...
Selain urusan bersih-bersih, segelas teh manis kental khas Solo yang hangat juga menyambut awal perjalanan hari itu di Solo. Teh nya mantap, ada rasa sepat-sepat, tapi ngga pahit dan manisnya pass.. Biskuit kalengan kaya'nya ngga cocok jadi teman minum teh kali ini.. jadi saya putuskan cukup minum teh saja.
Pukul 9.00 pagi kami memutuskan berangkat ke rumah duka. Tapi, karena belum sarapan, kami mampir sejenak untuk sarapan dengan menu sarapan khas Solo: Kupat Tahu. Potongan ketupat dan tahu pong kecil-kecil disiram kuah manis pedas serta sedikit bawang putih. Sayurnya ada irisan kol. Saya pesan yang pedas, tapi ternyata pedasnya kurang nendang. Segar sebenarnya, seandainya rasanya bisa lebih pedas lagi. Tapi tetap saja, sarapan kali ini enak menurut saya, karena porsinya pas dan menunya tidak terlalu berat.
Sepulang dari rumah duka, kami mampir sejenak di Keraton Solo. Dengan biaya masuk Rp10.000, kami dapat menikmati suasana keraton Solo sekaligus mengagumi peninggalan-peninggalan kerajaan tempo dulu. Sayang, mungkin karena minimnya dana, kelihatan sekali kalau keraton ini tidak terlalu bersih dan kurang terawat. Entah kalau bagian keraton yang merupakan tempat tinggal raja, mungkin lebih mewah dan bersih pastinya.
Karena keraton dan Pasar Klewer sangat dekat, kami mampir di Pasar Klewer. Teman saya berburu batik, sedang saya cukup mengagumi betapa banyaknya batik di pasar ini. Isinya, batiiikkkk semua. Puas dengan batik, teman saya mengajak saya menikmati Tengkleng Pasar Klewer yang terkenal. Tengkleng ini memang baru mulai di jual pukul 1 siang. Dan benar saja, pembeli seperti tak putus-putus membeli tengkleng ini. Baik untuk makan di tempat maupun untuk di bawa pulang.
Tengkleng ini ternyata semacam masakan berkuah kuning dengan isi seluruh bagian kambing, kecuali bulunya. Ada iga, jeroan, daging, kulit dan lain-lain. Kuahnya encer dan sepertinya tidak bersantan. Rasanya gurih dengan aroma rempah yang menurut saya tidak terlalu kuat tetapi bau kambingnya tetap tidak tercium. Karena suasana dan porsinya cukup kecil, rasanya enak tenan. Terbukti kan? pembelinya antri tak putus-putus.
Tak hanya tengkleng, serabi Notosumah di daerah Notosumah pun jadi buruan berikutnya. Serabi hangat gurih dan manis habis kami santap di tempat sebelum memesan satu box berisi sepuluh serabi untuk oleh-oleh. Tak lupa saya juga membeli "intip", yang ternyata bukan intip asli, karena bukan dari kerak nasi liwet...
Kemudian saya juga teringat tentang Taman Balekambang yang telah direstorasi Walikota Solo Pak Jokowi. Tamannya, walaupun tidak terlalu luas tetapi patut diacungi jempol sebagai upaya untuk mempertahankan daerah hijau di Solo.
Puas menikmati Solo seharian, kami pun bersiap kembali ke Jakarta dengan bertolak dari rumah orang tua Ari lagi. Sekardus oleh-oleh berisi tahu, cabe, mangga dan beberapa potong pakaina batik telah tersedia untuk saya.. Wuiihhhh... asyik banget ya. Salut saya sama keluarga teman saya ini.. telah menyambut tamunya dengan hangat. Thanks ya Ri, telah memberikan pengalaman baru lagi tentang Solo.
Komentar