Bisa berpergian ke luar negeri bisa jadi menjadi impian
sebagian besar dari kita. Sebagian orang pasti membayangkan bisa melihat
kota-kota besar dunia yang masyur; entah di Eropa, Amerika atau Asia Timur,
Timur Tengah plus Singapura, Hong Kong, at least Kuala Lumpur dan Bangkok. Tapi kalau ditawari pergi ke Negara yang
secara ekonomi dan pembangunan masih agak tertinggal dari Indonesia, seperti
Lao PDR (Loas) mau ngga ya? Kalau ditanya pasti mikir-mikir. Kalau sudah tugas
ya harus berangkat dong. Dan ternyata? seruu bingits!!
Keseruan pertama adalah proses mencari flight yang tersedia.
Mencari flight langsung ke ibu kota negaranya aja sangat terbatas apalagi ke
ibu kota provinsi seperti Paksey City di Provinsi Champssak di Lao Selatan. Direct
flight langsung ke Paksey City hanya ada dari ibu kota Thailand Bangkok dengan
menggunakan Thai Air/Lao Air atau dengan
Lao Air dari Siem Reap di Cambodia. Dengan supply yang terbatas tersebut,
petualangan mencari penerbangan menjadi drama pertama.
Paksey City |
Dengan supply penerbangan yang terbatas, otomatis perjalanan yang ditempuh penuh tantangan.
Penerbangan ke Paksey City harus menggunakan beberapa maskapai dan berhenti di
banyak tempat. Penerbangan pertama adalah rute Jakarta – Singapura. Sebenarnya
ini penerbangan normal, tapi karena harus menyesuaikan dengan connecting flight
yang ke Vientiane, maka kita harus berangkat dari Singapura ke Bankok dengan
pesawat yang pagi, so mau ngga mau harus
menginap di Singapura agar besoknya bisa mengejar penerbangan pagi ke Bangkok.
Emang kalo semua mepet-mepet, segalanya jadi agak kacau.
Hotel transit ternyata penuh dan kamar available pukul 2 pagi waktu Singapura.
Weleh buat apa kalau begitu, baru merem dah bangun lagi. Akhirnya diputuskan
menginap di Lounge yang menyediakan kamar, tapi kamarnya cuma dibatasi dinding
tanpa pintu alias hanya di halangi curtain. Kalau ada yang iseng, bisa masuk
kapan saja tanpa ada halangan. Walau cukup nyaman, tapi ngga bisa tidur dengan
nyenyak juga.
Penerbangan Singapura – Bangkok - Vientiane tak ada kendala
karena menggunankan Singapore Airlines dilanjutkan dengan Thai Air. Namun saat
mendarat di Bandara Wattay International Airport di Vientiane, agak heran juga.
Bandaranya tidak lebih bagus dari Bandara di Kota kecil di Indonesia. Tidak
jauh dari turun pesawat, langsung berhadapan dengan imigrasi yang kebetulan
cepet banget, karena cuma beberapa orang saja yang bukan orang Lao.
Keluar dari terminal internasional, saya harus pindah ke
terminal domestic karena menggunakan penerbangan domestic Lao Air untuk menunju
Paksey City. Di sini saya sempat menukar uang Dollar Singapura dengan Kip Lao,
tetapi ternyata ngga bisa. Mereka hanya menerima beberapa mata uang saja
seperti USD dan beberapa Negara lain. Wow..
Pindah dari terminal internasional ke terminal domestic
sebenarnya tidak jauh, namun kami kesulitan menemukan petugas yang mengerti
bahasa inggris. Dengan modal sok tau, kita keluar terminal dan untungnya
langsung kelihatan petunjuk terminal domestic di atas nama sebuah bangunan.
Agak kaget juga saat masuk terminal domestic, bangunannya
kurang terawat dan sedikit kumuh. Ngga masalah lah, yang penting toiletnya
bersih. He..he.. toiletnya bersih karena jarang digunakan. Saya yang sedang
pilek, bolak-balik buang ingus di toilet dengan bebasnya srat-srot.. ga ada
saingan sih..sepi!
Saat menunggu keberangkatan, kita mulai was-was ketika
menyadari bahwa pesawat yang parkir semuanya pesawat yang menggunakan
baling-baling alias pesawat kecil. Apalagi di pengumuman tercantum tulisan
jumlah penumpang cuma 30 orang. Ngebayangin cerita teman-teman yang menggunakan
pesawat baling-baling kaya nya serem, tapi ternyata baik-baik aja.
Yang bikin aneh justru penerbangan dari Vientiane ke Paksey City
ternyata mesti singgah/transit di Savanneth airport buat ngisi bahan bakar
padahal kita mengira bahwa kita ngga bakalan transit lagi. Halah, kebayang kan
mesti berapa kali kami transit untuk sampai di Paksey City. Lucunya, di pesawat
pengumuman transit disampaikan dalam bahasa Lao dan ngga pakai pengeras suara.
Jadilah penumpang yang dibelakang kebingungan kenapa mesti turun dari pesawat..
Tapiiii, semua kebayar kok pas sampai di Paksey City.
Hotelnya nyaman dan bersih dengan view sungai Mekong yang mengalir deras dan
lebar. Dan yang paling menghibur adalah makanan yang disajikan enak-enak. Enak
dalam artian bumbunya/rasanya pas dengan lidah Indonesia. Buat saya, yang lebih
menghibur tentu adalah ada ikan asin yang disajikan saat sarapan. Ikan asin
disajikan untuk pelengkap bubur. Buburnya ngga seperti kita yang berasnya
sampai hancur menyatu, buburnya masih berbentuk nasi dengan kuah. Tapi tetap
enak sih.. sambelnya juga seperti sambel terasi untuk cocolan lalap sayuran..
pedes poll!!
Karena Paksey kota kecil, kita memutuskan untuk eksplore
dengan berjalan kaki. Dan beruntung banget, nemu penjual duren di pasar
tradisional. Huhhh… duren local dan rasanya juara.. murah pula Cuma 30000 Kip
atau sekitar 45000 Rupiah. Pokoknya the best durian I ever eat!!. Puas banget
pas balik ke hotel untuk istirahat..
Hahh.. malam pertama di Paksey, membayar semua kelelahan
untuk mencapai kota ini.
(Bersambung)
Komentar