Perbatasan Indonesia - Papua New Guinea, Indah Bingits !!

Saat pertama ditugaskan untuk ke Jayapura, saya sempat Googling dan tanya-tanya teman yang sudah pernah ke Jayapura perihal kota tersebut dan tempat menarik untuk di kunjungi.

Dari hasil googling, banyak tempat yang direkomendasikan untuk didatangi seperti Pasar Hamadi dan Pantai Hamadi untuk membeli oleh-oleh, Danau Sentani atau pantai G-Base atau bahkan kalau sempat mengunjungi perbatasan RI - PNG. Sedangkan dari teman yang baru saja bertugas ke Jayapura tidak banyak merekomendasikan. Bahkan cenderung bilang bahwa saya akan be-te bertugas seminggu di Jayapura.Menurutnya, Jayapura tidak menarik dan tak ada tempat hangout yang asik. "Elo bakalan bete banget deh, kotanya kecil, gitu-gitu aja dan agak jorok karena banyak bekas ludah pinang berceceran dimana-mana." Ups!!

Berbekal informasi minim, saya pun menginjakkan kaki di Jayapura. Dengan flight Garuda Indonesia malam, sampai di Bandara Sentani pagi hari pukul 7 pagi. Dari Bandara Sentani ke kota Jayapura sekitar 1 jam perjalanan dengan pemandangan yang lumayan indah. Kesan saya cukup baik perihal jalan antara Bandara - Kota Jayapura, lumayan mulus dan tidak terlalu macet.  Dan sesampainya di hotel, kesan saya terhadap Jayapura cukup baik, seperti kota kecil di Pulau Jawa dan ngga terlalu tertinggal pembangunannya. Hotelnya juga cukup baik dan bersih.

Karena di pesawat ngga bisa tidur, saya dan teman-teman langsung menuju hotel untuk tidur. Bangun pas makan siang waktu Jayapura. Karena menurut beberapa teman, biaya hidup di Jayapura mahal maka kami mencari RM Padang dan berhasil menemukannya di dekat hotel. Dan harganya masih affordable lah, mirip RM Padang di Jakarta, dengan satu lauk dan sayur dibanderol Rp25.000,00. Masih lebih murah malah dengan RM Padang yang di Karawaci.

Secara umum kota Jayapura cukup menarik. Dengan kontur berbukit, pemandangan pantai ke Samudera Pacific luar biasa. Laut lepas nan biru dengan perpaduan pulau-pulau nan hijau, memanjakan mata saya yang terlalu sering melihat hutan beton di Jakarta. Perihal banyaknya ludah pinang, bagi saya ngga terlalu mengganggu tuh.. mungkin karena tingkat toleransi saya terhadap "kejorokan" lumayan tinggi kali ya.. he..he.





Mujaer Bakar

Ketika makan malam, kami secara kebetulan menemukan RM. Nusantara di samping Mall Jayapura yang menjual mujaer bakar. Tadinya kami berfikir, kok mujaer ya? kenapa ngga ikan laut aja?

Dan ternyata,  gila bookk!!.. mujaernya enak bingits.. seger dan nikmat banget. Padahal bumbu ikannya minimalis banget kayanya, cuma garam dan jeruk nipis. Lalu temannya adalah lalapan daun singkong, timun dan kol. Walah, walu di banderol Rp100.000,00 ngga nyesel deh.
Mujaer Bakar RM. Nusantara.. juara!!

Selidik punya selidik, ternyata RM Nusantara emang ngetop banget ikan muajer bakarnya.. dan kami langsung jatuh cinta dengan menu mujaer bakar. Hingga pas ada kesempatan nemu mujaer bakar, kita pesen mujaer bakar lagi.. he..he..

Dan ngomong-ngomong masalah ikan, konon ikan di Indonesia Timur emang enak banget. Rasa dagingnya seger karena cenderung perairannya masih belum tercemar. Dan saya beruntung dijamu makan malam dengan ikan tuna bakar, bakarnya langsung di pinggir Pantai Base G, yang menghadap Samudra Pacific. lagi-lagi, juara deh pokoknya ikan-ikan dari perairan Papua ini.

Ih, jika selama ini cuma membayangkan kata Samudera Pasific dan membacanya dari buku pelajaran, sekarang saya berhadapan langsung dengan garis pantai Samudera Pasifik. Rasanya serem banget, menghadapi samudera seluas itu dengan ombak yang datang silih berganti.. mungkin terlalu lebay, tapi itu suasana yang saya rasakan..
Tuna Segar Bakar.. bahkan dagingnya terasa manis

Perbatasan Indonesia - PNG

Sehari sebelum kembali ke Jakarta, saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi perbatasan Indonesia - PNG. Wuih, seneng rasanya membayangkan suasana perbatasan. Pasti seru tuh, ada petugas kedua negara yang berjaga-jaga dengan ketat dan bertemu dengan indegeneous people.

Pejalanan kota Jayapura - perbatasan PNG di tempuh kurang lebih satu jam perjalanan dengan kendaraan pribadi. Konon kalau mau, bisa juga dengan menyewa ojek sepeda motor. Tapi kebayangkan naik motor selama satu jam dengan kondisi ngga macet, berapa jauhnya coba!!.

Tapi, satu jam perjalanan terasa ngga terlalu membosankan. Pemandangan indah dan hutan perawan rasanya tak henti memanjakan mata. Untungnya jalan menuju perbatasan cukup mulus sehingga perjalanan  terasa nyaman. Dan walaupun menuju perbatasan, ternyata tidak sesepi yang dibayangkan loh.. kita akan menemui pemukiman penduduk yang cukup ramai dengan pasar dan rumah ibadah yang cukup besar (mesjid). Rasanya ngga seperti di pedalaman Papua deh..

Setelah menempuh satu jam perjalanan, sampailah kami di perbatasan RI - PNG. Dan ternyata pengamanannya tidak seketat yang dibayangkan. Meskipun ada TNI yang berjaga-jaga dengan laras panjang, tetapi mereka sangat ramah dan sopan. Kita cukup diminta menyerahkan kartu identitas di pos penjagaan.

Suasana di perbatasan juga ramai denga aktifitas jual beli. Ternyata ada pasar di wilayah RI yang memang sengaja dibangun untuk memfasilitasi jual beli antara penduduk papua di wilayah RI dengan penduduk papua WN PNG. Kebanyakan sih yang berlanja orang-orang PNG, karena saya lihat banyak sekali orang-orang PNG yang berjalan kaki melintasi perbatasan dengan gerobak yang penuh barang-barang produksi RI. Ini mungkin transaksi eksport yang ngga tercatat di BPS kali ya..

Setelah meninggalkan ID di pos TNI, kami memasuki garis demarkasi RI -Papua dan dengan mudahnya "nyelos" kantor imigrasi RI - PNG. Mungkin karena sudah biasa, ngga ada pemeriksaan sama sekali. Kami dengan santai berfoto dan melawati garis perbatasan. Memasuki wilayah PNG yang cuma sekitar 100 meter dari perbatasan, jaringan GSM udah ngasih peringatan perihal roaming. He..he..  terasa di luar negerinya juga sih.

Dan ternyata di wilayah PNG memang ada spot baguuuss banget buat foto-foto. Garis pantai dengan laut yang biru seperti lukisan dan bukit hijau membayar kelelahan dan cuaca yang cukup panas. Sama penduduk lokal yang runahnya emang ada si spot itu, kita diminta bayar Rp10.000 per orang.. ngerti komersil juga dia..

Di wilayah PNG  kita bisa nemu penjual sosis domba yang dimakan dengan pisang. Dengan pertimbangan warnya yang merah bingits dan status kehalalannya, saya ragu untuk nyoba.. walau pingin tahu bingits. Ada juga yang jual kaos, topi dan bendera PNG.. yah kalau senang belanja sih, mungkin bisa buat oleh-oleh.

Nah, itu sedikit kisah perjalanan ke Jayapura semoga bermanfaat

Komentar