Kamis, 30 September 2010

Susah Tidur

Pernah ngga ngerasain semalaman ngga bisa tidur pulas? mata terpejam tapi fikiran melayang dan otak terasa "on" terus... huh, saya mengalami itu semalam.

Walau secara panampakan saya kelihatan seperti orang tidur, tetapi sebenarnya otak saya tetap terjaga. Mau pulas dan melupakan semuanya ngga bisa dan rasanya hampir putus asa. Walhasil kualitas tidur saya boleh dibilang jelek banget.

Biasanya orang yang seperti itu -katanya- karena sedang ada sesuatu yang berat yang membebani fikiran. Benar ngga ya? kalau menurut pengalaman saya, ya emang betul...

Tapi kalo saya bukan karena kesusahan loh. Tapi karena saya baru mendapat kabar yang amat sangat menggembirakan. Susahnya adalah, kabar tersebut belum bisa saya bagi kepada orang lain bahkan istri saya sendiri. Ya, karena kabarnya masih menunggu kepastian.. Nah, kalo belum pasti saya udah bilang-bilang ke semua orang kan jadi repot tuh..

Dan yang paling serem adalah efek kalau ternyata kabar menggembirakan tersebut berubah menjadi kabar yang menyedihkan. Mungkin itu yang membuat saya jadi ngga bisa tidur. Gimana kalau ternyata kabar tersebut hanya berupa kabar gembira bukan sesuatu kenyataan?

Ya, Allah tolong hamba agar kabar tersebut memang benar adanya... amin

Selasa, 28 September 2010

Mampet


Sebel kan kalo saluran got mampet? air jadi ngga lancar dan sering bikin was-was takut banjir. Untungnya kemarin got dibelakang rumah udah dibongkar dan air sudah kembali lancar.

Tapi selain got yang mampet, urusan yang mampet juga bisa bikin kesel loh...
Gimana ngga sebel bin kesel coba, masa sih urusan mewakili negara aja mesti pejabat? emang kalo pelaksana ngga bisa apa mewakili negara? sebel kan kalo kesempatan jadi mampet hanya karena kita bukan pejabat?

Kaya'nya saya bisa lebih terima alasan "tidak bisa mewakili negara" karena hal lain selain kata "PE JA BAT"... sepertinya pejabat itu adalah sesuatu yang mesti dimiliki di negeri ini untuk segala urusan..

Apalagi dengan range penghasilan yang termat jauh antara pejabat dan pelaksana. Padahal yang kerjanya paling banyak dan cape' ya kebanyakan pelaksana tuh, Pejabat-pejabat kan kebanyakan cuma disposisi dan suruh iniatau suruh itu aja... walau ngga semua sih...

Senin, 27 September 2010

Pulang Kampung

Meskipun lebaran telah lewat beberapa minggu yang lalu, tetap saja topik pulang kampung adalah pertanyaan yang sering kali diajukan teman-teman saya ketika pertama kali bertemu. Terutama teman yang ngga tahu atau lupa saya berasal dari mana.
Dan ketika saya jawab saya ngga pulang kampung alias tetap di Jakarta karena saya memang asli Betawi, beragam komentar pun muncul. Mulai dari yang menanggap enak sampai nggak enak. Kalau yang enak akan bilang, "wah, enak dong ya ngga repot-repot pulang kampung." Sedang yang bilang ngga enak akan berkomentar, "wah, kasihan ngga punya kampung, ngga pernah ngerasain gimana pulang kampung."
Untuk komen yang bilang enak ngga perlu pulang kampung, saya setuju banget. Apalagi kalau ngeliat berita di TV sepanjang H-7 sampai H+7. Kalo lihat macet dan perjuangan pemudik kembali ke kampung, rasanya memang Allah sayang banget sama saya. Ngga perlu bersusah payah dan biaya besar untuk kembali ke kampung dan merasakan suasana kampung.
Sedang untuk yang komentar yang kasihan ke saya karena ngga pernah ngerasain pulang kampung.. jawab saya.. "eits, tunggu dulu." Walau secara badan tak ada perpindahan dari kota (baca: Jakarta-red) ke kampung (di luar Jakarta) tetapi secara batin saya pun merasakan bagaimana suasana perkampungan itu. Bahkan lebih dahsyat. Suasana kampung saya seperti di luar negeri. Ngga percaya? simak deh pengalaman lahir dan batin saya berikut ini:
Selama kaum urban kembali ke kampung mereka, Jakarta di pagi hari ternyata terasa juga sejuknya. Sepanjang jalan Fatmawati yang hiruk pikuk, macet dan penuh polusi di hari biasa, saat itu begitu sepi dengan beberapa kendaraan lalu lalang. Udaranya segar dan bersih. Serasa berada di sebuah kota di luar negeri yang jalannya mulus tapi minim kendaraan.
Tak ada pedagang kaki lima, tak ditemui pengemis, kebanyakan orang-orang berpakaian bersih dan rapi dengan senyum dan wajah cerah. Setiap bertemu selalu mengucap salam dan meminta maaf serta saling mendoakan. Rumah-rumah pintunya terbuka dengan hidangan yang tersedia untuk tamu yang datang. Rasanya warga kampung saya begitu berhati mulia dan makmur banget. Saya terasa seperti hidup di negeri yang makmur gemah ripah loh jinawi..
Kalau salah satu tujuan pulang kampung adalah menikmati kembali romantisme masa kecil/masa lalu dengan bertemu teman-teman, saudara dan keluarga serta tetangga-tetangga sambil menikmati hidangan masa kesukaan waktu kecil. Saya pun menikmati hal itu. Di hari lebaran, saya juga bertemu teman-teman masa kecil saya dan keluarga jauh yang sehari-hari jarang ketemu.
Begitu juga soal makanan yang sewaktu masih kecil jadi hidangan favorit. Saat lebaran dibeberpa rumah hidangan tersebut juga tetap tersaji. Tape uli, dodol, biji ketapang, kolang-kaling dan beberapa penganan tradisional khas betawi lainnya. Belum lagi semur daging khas betawi yang tak ada duanya...hmmm enaknyee..
Jadi, siapa bilang saya ngga bisa ngerasin suasana kampung yang sejuk, sunyi dengan aneka penganan tradisional kalo begini?